MASALAH PERKEMBANGAN MALL DALAM ARSITEKTUR LINGKUNGAN PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN
Mall adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan jalan yang teratur sehingga berada di antara antar toko-toko kecil yang saling berhadapan . Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas), umumnya sebuah mal memiliki tinggi tiga lantai.
Mall memberikan peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak, karena adanya aktivitas ekonomi disitu. Aktivitas ekonomi yang terjadi juga bukanlah main-main karena faktor penggerak transaksi kaum urban yang datang ke mall sudah tentu didominasi kalangan menengah ke atas. Sejatinya mereka bisa mengeluarkan lebih dari 100rb rupiah untuk setiap kedatangan mereka ke pusat perbelanjaan (akumulasi dari parkir, belanja, makan dan minum, atau kegiatan lain seperti nonton bioskop).Ini adalah hal yang sangat menggiurkan terutama untuk pemerintah kita sebagai pendapatan negara. Meningkatnya jumlah orang kaya di tahun 2010 ini dan memboomingnya industri kreatif dapat turut mendongkrak psikologis manusia untuk berbelanja. Berbelanja hal-hal yang mungkin tidak terlalu mereka butuhkan.
Setiap pendirian mall berarti penyerapan tenaga kerja baru. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 250.000 – 300.000 orang tenaga kerja. Masih belum bisa menutupi angka jumlah pengangguran sebanyak 10 juta orang lebih di Indonesia. Pertanyaannya adalah, tenaga kerja manakah yang akan diserap oleh Mall? Tenaga kerja penduduk dengan KTP DKI Jakarta? Ataukah tenaga kerja Bodetabek yang notabene akan menambah jumlah komuter ke Ibukota?
Mall juga merupakan sebuah lambang pengakuan. Pengakuan dari pihak-pihak; terutama tenant (terlebih jika tenant berasal dari luar negeri) bahwa iklim investasi di Indonesia baik. Menurut indeks investasi dunia, Indonesia masuk dalam peringkat 17 negara yang dapat dijadikan tempat berinvestati. Menyusul kenaikan harga IHSG yang nyaris menembus angka 3000, adalah indikasi-indikasi lain yang menunjukkan bahwa secara makro, negara ini memiliki fundamental ekonomi yang kuat.
Dampak Negatif dari Pembangunan Mall dalam konsep teori pembangunan perkotaan, yang seharusnya menjadi tempat berkumpul warga kota adalah taman atau area terbuka, namun karena keterbatasan dana dari pemerintah daerah untuk membangun taman baru dan perawatan taman yang telah ada maka mereka sulit mendapatkan taman atau lahan yang enak dikunjungi. Warga kota merasakan taman yang tidak terawat,kotor, kumuh. Ada hal menarik di balik pertumbuhan mall yang meningkat yaitu karena warga kota kehilangan tempat untuk sekedar berkumpul maka mal-mall jadi satu-satunya tempat untuk ajang berkumpul dan interaksi antar warga kota.
Tanggapan dan Solusi
Dari berbagai dampak yang dapat
diketahui diatas, dapat diperoleh analisa dari segi kesehatan, lingkungan dan
sosial, bahwa pembangunan mall , banyak mengakibatkan gangguan
dan resiko. Mall yang
terletak di daerah yang padat kendaraan, ditambah lagi lokasi mall juga terkadang berdekatan dengan pabrik,
rumah sakit dan pasar tradisional.
Solusi yang dapat diberikan
adalah pemerintah harus lebih tegas lagi
dalam menyikapi pembangunan mall dan
berpotensi memacetkan lalu lintas. Apalagi, banyak sekali keberadaan mall yang memberikan peluang bagi
pedagang kaki lima untuk membuka lapaknya di trotoar di depan mall. Untuk pembangunan mall selanjutnya, lebih baik lebih
memperhatikan syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan, guna
mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Selain
itu, dari pihak mall juga harus mengambil tindakan guna mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut.
Tindakan yang harus dilakukan misalnya adalah membenahi jalur pintu masuk atau
keluar kendaraan, begitu juga dengan pengelolaan parkir dan sistem penyeberangan
yang tidak mengganggu arus lalu lintas di tempat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar