Tampilkan postingan dengan label tugas hukum dan pranata pembangunan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tugas hukum dan pranata pembangunan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Januari 2016

TUGAS HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN


Kesimpulan Persentasi Kelompok

   Studi Kasus Rumah Sakit bertaraf Internasional RS. Siloam dibangun untuk keperluan jasa komersial, merupakan kawasan pesisir di daerah Hative Kecil di Kota Ambon, yang merupakan kawasan dengan memeliki beberapa vegetasi pantai seperti mangrove, ketapang pantai dan bintanggur yang kemudian di timbun dan di reklamasi pantainya merupakan daerah pembangunan RS. Siloam. Lahan tersebut dipilih oleh pengembang karena proses perijinan lebih mudah dan daerahnya strategis sebagai kawasan Rumah sakit .

    Sesuai dengan "Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993" Tentang Analisis Dampak Lingkungan, setiap Rumah Sakit terkena wajib AMDAL apabila Rumah Sakit tersebut mencakup  kapasitas lebih dari 400 tempat tidur. Dengan demikian RS. Siloam yang rencana pembangunannya 6 lantai dan tempat tidurnya lebih dari 400 maka RS. Siloam terkena wajib AMDAL.

    Metode yang digunakan dalam identifikasi Dampak Analisis Lingkungan dari RS.Siloam ini  adalah matriks dan diagram air. Penetapan kedua metode tersebut dianggap sesuai dengan objek studi, karena sifatnya yang saling menunjang dan komprehensif.


Untuk prakiraan dampak dasar dan penting menggunakan metode formal dan informal. Pada metode formal dengan penghitungan matematis, sedangkan metode informal dengan pendekatan “profesional judgement”.


    Evaluasi Dampak Besar Dan Penting Setelah diketahui hubungan sebab akibat antara komponen kegiatan dengan komponen lingkungan, selanjutnya akan dievakuasi besaran serta tingkat kepentingan dampaknya secara holistis atas komponen lingkungan yang diperkirakan mengalami perubahan yang mendasar akibat rencana kegiatan pembangunan perumahan, baik matematis maupun profesional judgement.

 

 

Rabu, 30 Desember 2015

TUGAS HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Resume Tentang Rumah Susun

    Rumah Susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.

    Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Masing-masing memiliki batas-batas, ukuran dan luas yang jelas, karena sifat dan fungsinya harus dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.

Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang tersebut adalah :

  1. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
  2. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.
  3. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.
  4. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa.
  5. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
  6. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
  7. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.
  8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
  9. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan hukum.
  10. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

Kepemilikan satuan Rusun dapat dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang meliputi, hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Dan dapat dimiliki dengan cara membayar tunai (cash) dan angsuran (kredit pemilikan rumah atau KPR).

Dalam pengelolaannya, setelah Rusun yang ditempati sudah melunasi angsuran sesuai dengan perjanjian akad kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (penghuni dan pengembang/pihak perbankan-red), maka penghuni Rusun wajib membentuk Persatuan Penghuni Rumah Susun (PPRS) dan diberikan kedudukan sebagai badan hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Yang ketentuannya diatur dalam Perarturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 1988.

Pengertian Hak milik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) diatur dalam Pasal 20 ayat (1) yang berbunyi:

Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah …

Penjelasan Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (artinya: paling)-kuat dan terpenuh.

Prof. Boedi Harsono dalam bukunya yang berjudul Hukum Agraria Indonesia menjelaskan bahwa hak milik adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberikan kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.

Mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun, bentuk kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS”). SHMRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya.

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) berbunyi:

Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.



Landasan dan Tujuan Rumah Susun
Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah

  1. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hokum dalam pemanfaatannya.
  2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang
  3. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat

Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2)

Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar penduduk Indonesia merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha peremajaan kota dan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang vertikal.

Proses lahirnya kebijakan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota-kota besar di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pengalaman negara lain (seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain) dalam mengatasi masalah perkotaan yang diakibatkan urbanisasi, khususnya dalam bidang perumaan kota. Konsep pembangunan rumah susun pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengatasi masalah kualitas lingkungan yang semakin menurun maupun untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan dalam kota. (Yeh, 1975:186; Hassan, 1997:32)



Pola Pembangunan Rumah Susun



Pembangunan rumah susun di Indonesia dikaitkan dengan dua kegiatan yaitu

  1. Program Peremajaan Kota

Pada awalnya penerapan kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia dihubungkan dengan usaha peremajaan kota, yaitu usaha perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota. Lingkungan yang termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman yang sulit ditingkatkan kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP).

Dipilihnya pusat kota sebagai rumah susun berdasarkan pertimbangan tingkat kemudahan yang tinggi terhadap berbagai fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran, seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya. Pertimbangan lain yang juga memepengaruhi dipilihnya pusat kota sebagai lokasi rumah susun adalah perlunya peningkatan daya guna dan hasil guna lahn di pusat kota yang sangat dibutuhkan untuk menampung dinamika perkembangan kegiatan kota yang semakin meningkat serta pertimbangan efesiensi penyediaan prasarana kota.

  1. Program Pengadaan Perumahan

Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun rumah susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.

Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa juga dikaitkan dengan program peremajan kota atau program pembangunan kota terpadu. Hanya saja pelaksanaan pembangunannya yang berbeda. Bila dalam pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan lebih banyak dilakukan oleh Perum Perumnas dan Dinas Perumahan, maka dalam pembangunan rumah susun sewa lebih banyak ditangani oleh BUMD (Badan Usahan Milik Daerah).

Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan adalah dengan memenuhi aspek-aspek yang menjadi dasar pilihan masyarakat kelompok sasaran yaitu

  1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti lapangan pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan, perbelanjaan.
  2. Status kepemilikan yang terjamin secara hukum
  3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran Kelengkapan fasilitas baik didalam unit maupun untuk lingkungannya
  4. Lingkungan yang teratur, bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah layak.



Jenis Rumah Susun di Indonesia

Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :

    1. Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.
    2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
    3. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.

Menurut UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah Susun diartikan sebagai berikut :

“Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”

“Satuan rumah susun” adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.”

Jadi bisa dikatakan bahwa rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.

Atau Rumah Susun adalah bangunan yang dibangun untuk menampung sekumpulan manusia yang terorganisir kedalam suatu wadah dengan pertimbangangan kehidupan manusia hidup secara layak secara horizontal dan vertikal dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan.

Berikut merupakan perarturan-peraturan yang membahas lebih lanjut tentang Rumah Susun :

  1. UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
  2. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
  3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.
  4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun.
  5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Keuntungan Dari Rumah Susun

Dibandingkan dengan penyelenggaraan perumahan secara horizontal, rumah susun memiliki kelebihan terutama dalam efisiensi lahan yang diperlukan serta aksesibilitas yg tinggi terhadap tempat kerja. Rumah susun juga memberikan keuntungan untuk memperlambat pertambahan luas kota.


Perkembangan Rumah Susun Di Indonesia

Keberadaan rumah susun yang giat dipromosikan pengembang ikut menyukseskan program pemerintah mendorong penduduk perkotaan seperti Jakarta untuk tinggal di hunian vertikal.

UU No. 16/1985 dan PP No. 4/1988 tentang Rumah Susun merupakan dasar hukum bagi pengembangan rumah susun/apartemen di Indonesia. Pasal 19 UU No. 16/1985 mewajibkan penghuni rumah susun membentuk perhimpunan penghuni, tepatnya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), a.l. untuk mengurus kepentingan bersama yang berhubungan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaan ‘bagian’, ‘benda’, dan ‘tanah’ bersama.

Sebelum PPRS terbentuk, pengembang bertindak sebagai PPRS Sementara untuk kemudian membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya, dengan pengurus yang berasal dari penghuni sendiri, dipilih oleh penghuni, dan bekerja untuk kepentingan penghuni.

KESIMPULAN

Definisi dari Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat. berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yang intinya bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang mendapatkan hunian layak dan tidak salah sasaran yang dapat memanfaatkan rusunawi/rusunawa ini untuk kepentingan diri sendiri dan disewakan ke yang lain.

Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

Jumat, 09 Oktober 2015

TUGAS HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

UUD NO 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Makro & Mikro)

    Masalah tata ruang, baik dalam lingkup makro maupun mikro, kini semakin mendapat perhatian yang lebih serius. Adalah suatu fakta bahwa jumlah penduduk serta kebutuhan yang semakin meningkat, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Demikian juga teknologi yang sudah semakin maju yang diarahkan sebagai usaha bagi penyediaan sarana maupun prasarana dalam memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Namun dipihak lain pada dasarnya ruang atau lahan yang tersedia masih tetap seperti sediakala.
    Pengelolaan penataan ruang semakin penting manakala tekanan terhadap penggunaan ruang semakin besar, dikarenakan selain kondisi perekonomian yang pesat juga diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk, yang berimbas kepada pertumbuhan kawasan perumahan dan pemukiman.Ruang terbuka hijau telah menjadi kebutuhan kota. Telah dipahami bahwa ruang terbuka hijau memiliki peranan yag sangat penting bagi lingkungan hidup perkotaan. 

INTI SARI UU NO 26 TAHUN 2007 ( PENATAAN RUANG)
  • Peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten yang untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
  • Pemerintah kabupaten memiliki wewenang dalam pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang – undang.
  • Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana Pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan.
  • Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan pembangunan di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
  • Peninjauan kembali atau revisi terhadap rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan pembangunan.
UU NO 26 TAHUN 2007 TENTANG RTH ( RUANG TERBUKA HIJAU)
Pada uu no 26 tahun 2007 pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Isi uu no 26 thn 2007 pasal 17 :
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan "paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah" aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area memanjang / jalur dan / atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 9:
1.Kawasan hijau pertamanan kota
2.Kawasan Hijau hutan kota
3.Kawasan hijau rekreasi kota
4.Kawasan hijau kegiatan olahraga
5.Kawasan hijau pemakaman
  • Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :
1.Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
  • Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :
1.Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.
2.Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.
3.Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual
4.Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat
5.Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

TUGAS HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Pengertian Dan Struktur Hukum Pranata Pembangunan

Hukum adalah :
(1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah
(2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat
(3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu
(4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan), vonis.


Pranata ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan.
Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F. Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab dari tugas dan fungsinya.

Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.

Hukum Pranata Pembangunan adalah "peraturan resmi yang mengikat yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup."


Sedangkan dalam dunia arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan.

Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.
Hukum pranata pembangunan memiliki empat unsur :
1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan sumber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.

2. Sumber daya alam
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai sumber utama pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.

3. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.

4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.


STRUKTUR
Hukum Pranata di Indonesia,meliputi :

1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hokum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
6. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.